Baby Hello Kitty This is my story: Oktober 2015

Sabtu, 17 Oktober 2015

SISTEM EKONOMI DALAM MASYARAKAT PEDESAAN

Sistem Ekonomi dalam Masyarakat Pedesaan

Hubungan antara manusia (masyarakat desa) dan tanah mencangkup bentuk dan sifat. Terpenting adalah pembagian dan penggunaan tanah (land division and land use), pemilikan serta berbagai bentuk penguasaan tanah (land tenure), dan termasuk luas sempit penguasaan tanah (size of land holding). Cara bagaimana dibagi (land division) dan digunakan (land use) diantara dan oleh penduduk tertentu (desa) sangat menentukan pengaruh terhadap kehidupan sosial masyarakat (desa) tersebut. Besaran pengaruh tergantung kepada tingkat perkembangan masyarakat itu. Untuk masyarakat desa yang masih tradisional, land division dan land use tidak begitu terlihat bentuk maupun peranannya, sebaliknya untuk masyarakat pertanian yang sudah maju. Masyarakat desa yang maju terdapat pola mengenai pembagian tanah diantara penduduk dan digunakan untuk kepetingan umum pula (untuk jalan, tempat umum) contohnya di Amerika Serikat.
AS sebagai Negara berpenduduk imigran dari penjuru dunia memiliki potensi terjadinya “rebutan tanah”. Hal ini karena imigran eropa terbanyak di AS sudah modern telah terdeferensiasi cara hidupnya termasuk para petani disana. Di AS dikenal sejumlah tipe land division seperti: pola-pola hadap sungai (riverfront patterns), system dengan bentuk empat segi panjang (rectangular systems), system papan main dam (checkerboard syatem), dll. land division dan land use menyangkut pula pengalihan dan pewarisan hak dari satu tangan kelainnya, baik vertikal (orang tua ke anak) atau horizontal (transaksi jual beli).
Fenomena lain dari hubungan manusia dan tanah terlihat dari konsep pemilikan dan penguasaan tanah (land tenure), menurut Smith dan Zof adalah hak-hak yang dimiliki seseorang atas tanah, yakni hak sah untuk menggunakan, mengolah, menjual, dan memanfaatkan bagian-bagian tertentu dari permukaan tanahnya. Pokok pembicaraan Smith dan Zof berpangkal pada dual hal yakni: sifat dari hak-hak atas kekayaan tanah beserta cara dalam mana sifat itu tercipta, dan klasifikasi dari mereka yang terlibat dalam proses pertanian berdasarkan system land tenure yang ada. Menurut mereka jenis-jenis land tenure didunia bervariasi, namun dalam garis besarnya yakni: system yang dikembangkan dinegara komunis, hak atas tanah ada pada Negara, dan system dalam berbagai variasi menempatkan hak atas tanah dibawak kepemilikin orang perorangan.
Pemilahan status land tenure tersebut tidak hanya dilihat sebagai perbedaan kepemilikan serta fungsi-fungsi yang terlekat padanya, melainkan dilihat dari dimensi sosialnya, dimensi sosial pemilahan tersebut menggambarkan struktur sosial (khususnya stratifikasi sosial) dari masyarakat (desa) yang bersangkutan. Secara garis besar dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kepemilikan tanah yang rata-rata sama lebih menguntungkan bagi perkembangan masyarakatnya dibanding keemilikan tanah yang tidak rata atau timpang.
Untuk masyarakat berkembang khususnya di Indonesia sendiri memiliki heterogenitas yang kuat sehingga malah menibulkan kesulitan dalam menggambarkan secara umum system hubungan masyarakat desa dan tanah mereka. Daerah geografis Indonesia yang luas dan beragam juga berpengaruh. Sebelum Indonesia merdeka, banyak daerah yang memiliki adat istiadat tradisi tersendiri, bahkan pemerintahan sendiri (kerajaan). Kondisi geografik dan belum hadirnya teknologi maju menyebabkan isolasi phisik lalu menciptakan isolasi sosial cultural. Ketika Indonesia merdeka lalu menetapkan peraturan-peraturan yang mengatur tata milik dan tata guna tanah secara nasional, terjadi masalah pada ketentuan legal formal dengan hukum adat setempat.
Awal kemerdekaan dan agak lama setelah itu, masyarakat desa Indonesia bisa dikatakan tidak mengalami masalah land division dan land use, karena ada pengaturan adat yang melembaga sebelum Indonesia merdeka, dan jumlah penduduk yang belum padat (khususnya Jawa). Namun setelah terjadi pergeseran pemilikan tanah dari system pemilikan kolektif ke pribadi, meledaknya jumlah penduduk, dan berkembangnya kegiatan diluar sektor pertanian (industri, bangunan) maka permasalahan land division dan land usesemakin dirasa.
Di Indonesia sendiri, masalah land tenure lebih dirasa ketimbang land division, terlihat pada masyarakat petani kelas bawah dan tidak begitu terlihat pada petani ladang. Luas area sawah memang sempit dari pada luas area petani pekebun, namun karena petani sawah merupakan petani paling banyak jumlahnya (di Jawa) maka peranannya sangat besar.
Persewaan adalah bentuk ikatan ekonomi antara pemilik tanah dan penyewa yang dimana pemilik tanah menyerahkan hak guna tanahnya kepada penyewa, sedang si penyewa menyerahkan sejumlah uang, untuk jangka waktu tertentu, keuntungan, kerugian, dan biaya produksi berada ditangan penyewa, dan apabila jangka waktu persewaan berakhir maka dengan sendirinya tanah tersebut kembali pada pemiliknya.
Pergadaian adalah suatu bentuk ikata ekonomi antara pemilik tanah dengan pihak lain yang dimana si pemilik tanah menyerahkan hak guna tanahnya kepada pihak lain, pihak lain (pemegang gadai) menyerahkan sejumlah uang yang besarnya sesuai dengan persetujuan, hak guna tanah itu baru bisa dimiliki oleh pemilik tanah lagi setelah si pemilik tersebut dapat mengembalikan uang gadainya. Minimal transaki pergadaian ini satu kali panen.
Penyakapan atau system bagi hasil adalah suatu bentuk ikatan ekonomi sosial yang dimana si pemilik tanah menyerahkan tanahanya untuk digarap orang lain, umumnya mengenai beban dan resiko ditanggung bersama serta mengenai besarnya bagian yang diterima masing-masing pihak, yang kuat posisisnya akan berada pada pihak yang diuntungkan, lebih sedikit menanggung resiko dan tentu mendapat lebih banyak hasil panen.
Maro adalah bagi hasil yang masing-masing pihak (pemilik tanah dan penyakap) mendapat separuh dari hasil panenan. Bentuk lain, yakni Mertelu, bila pembagian hasil antara pemilik tanah dan penyakap adalah sepertiga dari dua pertiga bagian, sedangkan Mrapat yakni bila pembagian hasil menjadi seperempat dari tiga perempat bagian.
Kedokan adalah hampir menyerupai sistem bagi hasil, yakni bahwa si penggarap atau buruh tani memperoleh imbalan berupa hasil panen, bukan hasil upah uang.
Tebasan adalah suatu bentuk transaksi pengalihan hak guna yang dimana dalam tanaman yang telah siap panen dijual kepada pihak lain, sedangkan Ijon adalah suatu bentuk transaksi dalam mana pemilik tanaman menjual tanamannya kepada peihak lain tatkala tanaman itu masih jauh dari usia panen.
Berdasar pola pemilikan dan penguasaan tanah semacam diatas, maka kaum petani dapat digolongkan menjadi : pemilik penggarap murni (petani yang hanya bisa menggarap tanah miliknya sendiri), penyewa dan penyakap murni (yakni mreka yang tidak memiliki tanah tetapi menguasai tanah garapan melalui sewa atau bagi hasil), pemilik penyewa dan atau pemilik penyakap (yakni petani disamping menggarap tanahnya sendiri juga menggarap tanah milik orang lain lewat persewaan atau bagi hasil), pemilik bukan penggarap (yakni bila tanah miliknya disewakan atau disakapkan kepada orang lain yakni penyakap, penggarap, atau buruh tani), dan petani tunakisma atau buruh tani.
Karena AS merupakan Negara imigran terbanyak pemerintah perlu lebih teliti dan cermat dalam menyikap hubungan yang terjadi antara masyarakat dengan tanahnya, pemerintah harus lebih selektif mementingkan masyarakat lokal tetapi dilain sisi masyarkat imigran juga tidak terdiskriminasi dengan adanya peraturan yang tegas yang diberlakukan oleh pemerintah AS itu sendiri, perlu adanya peraturan yang tegas pada intinya agar nantinya hal-hal semacam itu nantinya tidak dijakan sebuah keuntungan besar-besaran, politisasi, atau komersil semata. Selain itu juga dengan peraturan-peraturan yang jelas dan tegas serta penangan masalah yang tepat dan tidak keluar dari jalur, hal ini dapat dicatat dalam statis untuk kedepannya memperbaiki masyarakat petani bagaimana baik buruknya atau mencari keuntungan yang lebih besar tanpa terus-terusan dengan hasil yang sama dan kurang maksimal.
Jika di Indonesia sendiri hubungan manusia dengan tanah sudah sangat komplek, bukan hanya manusia dan tanahnya saja yang menjadi masalah, malahan merembet kejalur politik karena dipolitisasi, mencari keuntungan oleh segelintir orang tertntu, dan akhirnya marak terjadi akhir-akhir ini bentrok yang tak lain dan tak bukan disebabkan masalah hubungan manusia (petani) dengan tanah. Lagi-lagi peraturan yang diberlakukan pemerintah tidak tegas, masih saja petani jatuh miskin atau tetap menjadi petani bawah karena kurangnya perhatian dari pemerintah, mereka memasok berbagai hasil pertanian tetapi harga yang ditetapkan pemerintah tidak sebanding dengan jerih payah usaha petani Indonesia sekarang ini, alhasil petani kita tetap menjadi petani bawah, dan itu sudah teurun temurun. Dengan orang-orang tertentu yang ingin berkuasa menyebabkan petani semakin banyak khususnya buruh tani.
Faktor-Faktor Determinan Dalam Sektor Ekonomi Desa
·       Faktor Keluarga
Dalam bukunya “Prakapitalisme di Asia” 1962 oleh J.H Boeke mengemukakan bahwa keluarga merupakan unit swasembada artinya keluarga mewujudkan suatu unit mandiri yang dapat menghidupi keluarga itu sendiri lewat kegiatan pertanian.
Roucek dan Warren (1962) menyatakan juga bahwa fungsi keluarga sebagai unit ekonomi atau produksi (disamping sebagai unit sosial) adalah salah satu karakteristik masyarakat desa. Hal ini sebagai contohnya dapat dilihat di keluarga petani di Jawa tradisional (prakapitalistik atau semi prakapitalistik), dalam keluarga tipe ini suami mengerjakan sejumlah pekerjaan sekaligus seperti membuat persamaian bibit, mengolah lahan, hingga siap tanam bahkan menyiang, dll. Sedang istri mengerjakan sejumlah kegiatan seperti mengirim makanan, menanam padi, menuai padi, menumbuk padi, dll. Lalu anak-anaknya sesuai jenis kelamin membantu mereka disawah.
Pentingnya fungsi ekonomi dalam keluarga petani prakapitalistik juga dikemukakan oleh A.V Chaianov, menurutnya karakteristik yang sangat mendasar dari ekonomi petani prakapitalistik adalah bahwa ekonomi mereka merupakan ekonomi keluarga. Seluruh organisasinya ditentukan ukuran dan komposisi keluarga petani itu dan koordinasi tuntutan-tuntutan konsumsinya dengan jumlah tangan yang bekerja.
Karena keluarga merupakan unit ekonomi swasembada mandiri, maka pada tingkat masyaarakat sebenarnya tidak terdapat sistem ekonomi yang jalin menjalin, saling tergantug seperti dalam masyarakat kota. Maka pada masyarakat desa hakekatnya msyarakat bukanlah merupakan satu kesatuan ekonomi melainkan lebih merupakan kesatuan sosial.
·       Faktor Tanah
Dua karakteristik pemilikan lahan memiliki pengaruh khas terhadap sistem pertanian ekonomi. Karakteristik pemilikan ini adalah menyangkut luas sempitnya pemilikan lahan, dan sistem land tenure. Pengaruh luas sempitnya lahan terhadap sistem pertanian ekonomi : Pemilikan lahan sempit cenderung pada system pertanian yang intensif, terlebih jika ditunjang kesuburan tanah yang tinggi, contohnya pertanian sawah di Jawa umumnya, sedangkan pemilikan tanah yang luas cenderung pada ekstensifikasi, contohnya perkebunan diluar Jawa umumnya. Pengaruh perbedaan dalam luas pemilikan lahan pertanian yang luas. Desa atau lingkungan tertentu yang memiliki lahan pertanian rata-rata sama luasnya (one class system) akan berbeda pengaruhnya terhadap sistem pertanian ekonomi dibanding dengan desa yang rata-rata pemilikan lahan warganya tidak sama (tuan tanah berhadapan dengan petani atau penggarap buruh  disebut two class system).
Petani-petani dalam one class system cenderung menjadi petani pemilik penggarap. one class systemdengan pemilikan lahan yang rata-rata luas seprti di AS akan lebih mudah menerima pembaruan sistem pertanian. two class system dilain pihak, akan melahirkan system pertanian yang penggarap. Hubungan keduanya disebut patronclient relationship. Dalam two class system modernisasi petani sulit dikembangkan karena kebanyakan petani tidak memiliki lahan pertanian sendiri, sedangkan tuan tanah tidak begitu tergiur kepada pembaruan pertanian yang menjanjikan peningkatan produksi dan keuntungan, kaarena mereka telah sangat mapan.
·       Faktor Pasar
Pasar secara umum diartikan sebagai tempat terjadinya transaksi jual beli berbagai barang, merupakan faktor yang sangat mempengaruhi sistem ekonomi pertanian. Cocok tanam baru memiliki arti sebagai sistem ekonomi tatkala petani mulai mempertukarkan hasil-hasil pertanian mereka untuk berbagai kebutuhan selain untuk makan. Dengan adanya pasar terjadi hubungan selain ekonomi yakni sosial kultural.
Dalam bukunya Eric R. Wolf “Petani Suatu Tinjauan Antropologi” beberapa ringkasan dapat disimpulkan : masyarakat desa cenderung membentuk dan mempertahankan cirinya sebagai komunitas, ciri-ciri pembedanya bisa berkait dengan jenis tanaman khusus atau produk tertentu yang dihasilkan (sebagian atau seluruh) komunitas itu, dan terjadi pertukaran dipasar berdasar atas kekususan yang dimiliki masing-masing komunitas tersebut.
Peranan pasar tidak hanya menciptakan sistem ekonomi pertanian yang mengarahkan perkembangan ciri-ciri komunitas desa (untuk menyesuaikan peran mereka dalam pertukaran pasar). Peranan pasar juga menyebabkan semakin berkembangnya jaringan ketergantungan antara komunitas desa satu dengan lainnya. Peran yang dimainkan dipasar itu (terutama pasar jaringan) juga semakin banyak penduduk desa yang tidak tergantung pada pertanian. Mulai terlihat penduduk desa yang secara jelas menjadi kelompok pedagang. Secara demikian desa tidak lagi menjadi wilayah yang mandiri secara sosial dan ekonomi, melainkan telah menjadi bagian dalam satuan sosial ekonomi yang lebih luas. Dalam konteks ini sistem ekonomi pertanian semakin kompleks, menampung dan mengakomodasikan pengaruh-pengaruh luar desa.
Dalam sektor ekonomi desa memang mempunyai faktor determinan yang kompleks. Sistem pertanian pada masyarakat desa yang dominan pertanian sangat vital bagi kehidupan mereka para petani.
Pertama faktor keluarga, salah satu faktor yang penting dalam sistem ekonomi pertanian. Karena setiap keluarga berjuang dan bekerja keras mengelola, membagi, menentukan kegiatan-kegiatan guna menunjang kebutuhan keluarga mereka. Kedua faktor tanah, faktor ini menentukan setidaknya besarnya hasil pertanian nantinya yang akan diperoleh, karena semakin luas tanahnya maka hasil pertanian jelas akan melimpah pula. Ketiga adalah faktor pasar, hal yang tidak kalah pentingnya karena pasar ini sebagai tempat mereka untuk menukarkan hasil pertanian mereka dengan kebutunan yang diperluakan (barter) atau dengan alat penukaran barang berupa uang.
Ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain. Tetapi jika kita benturkan pada keadaan sekarang ini, keadaan modern, hal-hal atau faktor-faktor semacam ini sepertinya semakin luntur. Anggapan menjadi petani akan memiliki nasib yang sama (miskin) membuat generasi muda (anak-anak petani) mulai meninggalkan salah satu faktor diatas tadi. Maka dari itu, tidak ada generasi selanjutnya yang akan menjadi petani, mereka memilih mobilitas yang lebih tinggi dari seorang pekerja petani.
Saling Mempengaruhi Antara Sistem Ekonomi Dan Sistem Sosial
·       Pengaruh Sistem Ekonomi Pertanian Terhadap Sistem Sosial
Pengaruh sistem ekonomi pertanian terhadap sistem ekonomi berkaitan erat dengan faktor teknologi dan sistem uang kapitalisme. Masyarakat petani yang belum menggunakan teknologi modern dan belum menggunakan uang dalam sistem perekonomian mereka, maka dalam kehidupan sosialnya ditandai adanya hubungan-hubungan akrab, informal, serta bebas santai, karena dengan tidak adanya teknologi modern tercipta kondisi yang membuat mereka saling tolong menolong (barter, gotong royong). Kedekatan emosional sangat diperlukan sebab jika tidak hubungan mereka akan tidak pula membuahkan kerjasama langsung.
Namun, kurukunan dan solidaritas yang kuat pada masyarakat desa sebenarnya tidak hanya tercipta oleh adanya tuntutan kerja sama langsung, melainkan juga disebabkan kesamaan yang ada pada mereka seperti sama-sama kaum petani, sama-sama tiggal didesa yang sama, dll. Kerukunan dan gotong royong diantara para petani ini semakin luntur dengan adanya penggunaan teknologi diantara mereka. Hal ini dapat dimengerti karena dengan teknologi modern memudahkan penggunanya dalam bertani dan tidak mengurangi hasil pertanian malah menguntungkannya, serta hanya menggunakan sedikit tenaga kerja manusia. Akibat hubungan emosional diantara para petani ini semakin luntur atau bahkan hilang.
·       Pengaruh Sistem Sosial Terhadap Sistem Ekonomi Pertanian
Petani menyikapi pertanian sebagai way of life (kebudayaan) berarti mereka menggeluti pertanian bukan sekedar sebagai mata pencaharian melainkan menyangkut totalitas kehidupan mereka. Inti dari pola kebudayaan petani bersahaja atau peasan adalah subsistensi dan tradisionalisme. Kedua inilah sebagai faktor penghambat terlaksananya proses modernisasi pertanian dikalangan masyarakat petani  desa.
Komersialisasi sulit dikembangkan dalam masyarakat semacam ini, karena mereka setiap hari dalam hubungannya menggunakan rasionalitas sosial (norma-norma sosial termasuk adat istiadat). Jika seseorang berperilaku menyimpang dari kebanyakan masyarakat desa disana maka akan ada sanksi sosial dari masyarakat tersebut. Ikatan sosial yang kuat terwujud dalam bentuk kerukunan yang tinggi, juga menciptakan semacam keharusan sosial yakni berbagi dalam hal bertani tentunya seperti merelakan sebagian tanah yang dimiliki untuk digarap orang lain.
Ciri khas masyarakat desa yang mempunyai hubungan atau ikatan emosional yang tinggi membuat masyarakat pertanian rukun tanpa adanya suatu masalah yang berarti.
Tetapi ketika sejumlah atau segelintir orang yang ingin memperoleh keuntungan lebih tanpa memperhatikan hubungan sosial masyarakat pertanian menyebabkan hubungan yang terjalin sejak lama bahkan turun temurun semakin renggang karena penggunakan teknologi seeprti sekarang ini, teknologi pertanian modern.
Tetapi masyarakat pertanian sendiri mempunyai aturan yang tak tertulis, yakni suatu sanksi sosial yang tentunya akan berlaku untuk orang-orang yang menyimpang atau keluar dari jalur masyarakat petani pada umumnya.

KEADAAN SOSIAL DAN KOPERASI

Keadaan Sosial Dan koperasi
A.     Keadaan Sosial

“ Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, pernyataan tersebut merupakan sila kelima dari Pancasila Indonesia. Sila ini berarti tugas dan kewajiban kita masing-masing untuk mengurangi atau menghilangkan kemiskinan di seluruh kepulauan Indonesia. Di Indonesia pada saat ini ada ribuan orang miskin.
 Menurut Bank Dunia, persentase penduduk Indonesia yang miskin masih 16.0 persen.Masyarakat Indonesia, khususnya yang tinggal di desa, tidak memiliki konsep tabungan, padahal bisa dikatakan bahwa masih ada beberapa hambatan tabungan, misalnya keadaan hidup mereka yang pas-pasan, hambatan psikologis dan pola penabungan tradisional, yaitu tabungan secara ayam, hewan, motor dan sebagainya.
Menurut Nugroho misalnya, “…dalam komunitas pedesaan jawa, hutang merupakan tindakan sosial yang memiliki konotasi negative dan cenderung tabu dibicarakan…”Oleh karena itu, orang Indonesia perlu bimbingan dan pendidikan terhadap baik konsep maupun pelaksanaan tabungan. Orang miskin merupakan risiko. Akan tetapi, menurut Remenyi orang miskin merupakan risiko baik dan aset bukan pertanggung. Sikap seperti ini dan juga dengan pengertian Yunus bahwa artinya kredit adalah kepercayaan, sudah menyebabkan fenomena koperasi simpan pinjam berkembang di negara Indonesia.
B.     Konsep Koperasi
Sebagai koperasi, ada beberapa peraturan dan syarat yang harus diikuti oleh koperasi masing-masing. Syarat-syarat dan peraturan tersebut merupakan formalitas yang penting dalam pelaksanaan sehari-hari. Pemerintah Indonesia berperan aktif dalam kehidupan koperasinya, menurut pasal 37 dalam Undang-Undang no.12 tahun 1967, pemerintah berkewajiban untuk memberikan bimbingan, pengawasan, perlindungan dan fasilitas terhadap koperasi serta memampukannya untuk melaksanakan pasal 33 UUD 1945.
Oleh karena pendukungan ini, perkembangan koperasi di Indonesia naik secara terus-menerus.
Menurut Hendrojogi, “ Koperasi adalah perkumpulan otonom dari orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk menemuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya mereka yang sama melalui pemisahan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis.”
Menurut Undang-Undang (UU) no.12 tahun 1967, pasal 4, koperasi Indonesia memiliki berfungsi sebagai:
a.       Alat perjuangan ekonomi untuk mempertinggi kesejahteraan rakyat.
b.      Alat perdemokrasian ekonomi nasional.
c.       Salah satu urat nadi perekonomian bangsa Indonesia.
d.      Alat pembina insan masyarakat untuk memperkokoh kedudukan ekonomi bangsa Indonesia bersatu dalam mengatur tata laksana perekonomian rakyat.
Yang penting juga adalah mempertinggi taraf hidup anggotanya, meningkatkan produksi dan mewujudkan pendapatan yang adil dan kemakmuran yang merata. Selanjutnya, koperasi Indonesia wajib memiliki dan berlandaskan nilai-nilai menolong diri-sendiri, bertanggung jawab kepada diri-sendiri, demokrasi, persamaan, keadilan dan solidaritas.
C.     Prinsip Koperasi
Ketentuan dan prinsip koperasi juga cukup banyak dan berasal dari UU no. 79 tahun 1958. Prinsip-prinsip koperasi sebagai berikut:
a.       Berasas kekeluargaan (gotong-royong)
b.      Bertujuan mengembangkan kesejahteraan anggotanya pada khususnya dan kesejahteraan masyarakat dan daerah bekerjanya pada umumnya dengan berusaha:
·         mewajibkan dan mengingatkan anggotanya untuk menyimpan secara teratur.
·          mendidik anggotanya ke arah kesadaran (berkoperasi).
·         menyelenggarakan salah satu atau beberapa usaha dalam lapangan perekonomian.
c.       keanggotaan berdasar sukarela mempunyai kepentingan, kewajiban dan hak yang sama, dapat diperoleh dan akhiri setiap waktu dan menurut kehendak yang berkepentingan, setelah syarat-syarat dalam anggaran dasar terpenuhi 11
Undang-undang tersebut diperbarui pada tahun 1992 dengan UU no.25, pasal 33 yang menetapkan yang berikut:
1.      Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
2.      Pengelolaan dilakukan secara demokratis
3.      Pembagian sisa hasil usaha (SHU) dilakukan adil dan sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-mading anggota
4.      Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal
5.      Kemandirian
Bisa dilihat dari definisi dan ketentuan koperasi bahwa koperasi Indonesia dalam konteks umum bertujuan untuk kesejahteraan dan kemanfaatan anggota serta mewujudkan masyarakat yang maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945.
Fokus pemerintah terhadap pendirian koperasi menyebabkan pertumbuhan koperasi yang luar biasa di seluruh kepulauan Indonesia. Padahal, jumlah koperasi dan anggotanya meningkat 2 kali lipat pada akhir tahun 2001 dibandingkan dengan Desember 1998. Yang paling dominan adalah koperasi kredit, dan jumlah koperasi yang masih terkait dengan program pemerintah tinggal 25%. Berdasarkan pasal 2, PP 60/1959 ada 7 jenis koperasi. Yaitu,
1.      Koperasi Desa
2.      Koperasi Pertanian
3.       Koperasi Perternakan
4.      Koperasi Perikanan
5.       Koperasi Kerajinan atau Industri
6.      Koperasi Simpan Pinjam
7.      Koperasi Konsumsi




TATA CARA MENDIRIKAN KOPERASI

Dalam Proses Pengesahan Badan Hukum Koperasi terdapat pokok-pokok yang perlu diperhatikan yaitu :
1. Dasar Hukum antara lain :
§  Undang-undang No.25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
§  Peraturan Pemerintah Nomor 4 tahun 1994 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
§  Peraturan Menteri Nomor 01 Tahun 2006 yaitu tentang Petunjuk Pelaksanaan Peberntukan, Pengesahan Akta Pendirian dan Perubahan Anggaran Dasar Koperasi.
2. Koperasi sebaiknya dibentuk oleh sekelompok orang/anggota masyarakat yang mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama.
3. Sebelum mendirikan koperasi, sebaiknya didahului dengan penyuluhan tentang perkoperasian agar kelompok masyarakat yang ingin mendirikan koperasi tersebut memahami mengenai perkoperasian, sehingga anggota koperasi nantinya benar-benar memahami nilai dan prinsip koperasi dan paha akan hak dan kewajibannya sebagai anggota koperasi.
4. Proses pendirian koperasi dimulai dengan pelaksanaan Rapat pembentukan koperasi dimana untuk Koperasi Primer sekurang-kurangnya dihadiri oleh 20 orang anggota pendiri, sedangkan untuk Koperasi Sekunder sekurang-kurangnya dihadiri oleh 3 koperasi melalui wakil-wakilnya.
5. Rapat pembentukan koperasi tersebut dihadiri oleh Pejabat Dinas/Instansi/Badan Yang Membidangi Koperasi setempat sesuai domisili anggota (Pasal 5 Ayat 3), dimana kehadiran pejabat tersebut bertujuan antara lain untuk : memberi arahan berkenaan dengan pembentukan koperasi, melihat proses pelaksanaan rapat pembentukan, sebagai narasumber apabila ada pertanyaan berkaitan dengan perkoperasian dan untuk meneliti isi konsep anggaran dasar yang dibuat oleh para pendiri sebelum di”akta”kan oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi setempat. Selain itu apabila memungkinkan rapat pembentukan tersebut juga dapat dihadiri oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi yaitu Notaris yang ditetapkan melalui Keputusan Menteri Negara Koperasi dan UKM untuk membantu membuat/menyusun akta pendirian, perubahan anggaran dasar dan pembubaran koperasi.
6. Dalam Rapat Pembentukan akan dibahas mengenai Anggaran Dasar Koperasi yang memuat antara lain (Pasal 5 Ayat 5) :
§  Nama dan tempat kedudukan
§  Maksud dan tujuan
§  Jenis koperasi dan Bidang usaha
§  Keanggotaan
§  Rapat Anggota
§  Pengurus, Pengawas dan Pengelola
§  Permodalan, jangka waktu dan Sisa Hasil Usaha.
7. Pembuatan atau penyusunan akta pendirian koperasi tersebut dapat dibuat oleh para pendiri (dalam hal di wilayah setempat tidak terdapat NPAK) atau dibuat oleh Notaris Pembuat Akta Koperasi (Pasal 6 Ayat 1).
8. Selanjutnya Notaris atau kuasa Pendiri mengajukan permohonan pengesahan secara tertulis kepada pejabat yang berwenang dengan dilampirkan (Pasal 7 ayat (1) :
§  2 (Dua) rangkap salinan akta pendirian bermeterai cukup.
§  Data akta pendirian koperasi yang dibuat dan ditandatangani Notaris.
§  Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang-kurangnya sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang wajib dilunasi oleh para pendiri.
§  Rencana kegiatan usaha minimal tiga tahun ke depan dan RAPB.
§  Dokumen lain yang diperlukan sesuai peraturan perundang undangan
9. Pejabat yang berwenang akan melakukan :
§  Penelitian terhadap materi Anggaran Dasar yang diajukan (Pasal 8 Ayat 2),
§  Pengecekan terhadap keberadaan koperasi tersebut (Pasal 8 Ayat 2).
§   
10. Apabila permohonan diterima maka pengesahan selambat lambatnya 3 (tiga) bulan sejak berkas diterima lengkap (Pasal 9 Ayat 2).
11. Jika permohonan ditolak maka Keputusan penolakan dan alasannya disampaikan kembali kepada kuasa pendiri paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diajukan (Pasal 12 Ayat 1).
12. Terhadap Penolakan, para pendiri dapat mengajukan permintaan ulang pengesahan akta pendirian koperasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan. Keputusan terhadap permintaan ulang tersebut diberikan paling lambat 1 (satu) bulan (Pasal 12 Ayat 2).

B. SYARAT MENDIRIKAN KOPERASI
1.      Umum
1.      Dua rangkap Salinan Akta Pendirian koperasi dari notaris (NPAK).
2.      Berita Acara Rapat Pendirian Koperasi.
3.      Daftar hadir rapat pendirian koperasi
4.      Foto Copy KTP Pendiri (urutannya disesuaikan dengan daftar hadir agar mempermudah pd saat verifikasi).
5.      Kuasa pendiri (Pengurus terpilih) untuk mengurus pengesahan pembentukan koperasi.
6.      Surat Bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang;kurangnya sebesar simpanan pokok dan simpanan wajib yang wajib dilunasi para pendiri.
7.      Rencana kegiatan usaha koperasi minimal tiga tahun kedepan dan Rencana Anggaran Belanja dan Pendapatan Koperasi.
8.      Daftar susunan pengurus dan pengawas.
9.      Daftar Sarana Kerja Koperasi
10.  Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga antara pengurus.
11.  Struktur Organisasi Koperasi.
12.  Surat Pernyataan Status kantor koperasi dan bukti pendukungnya
13.  Dokumen lain yang diperlukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
2.      Tambahan Persyaratan Pendirian Koperasi apabila memiliki usaha Unit Simpan Pinjam (USP)
1.      Surat bukti penyetoran modal sendiri pada awal pendirian, berupa Deposito pada Bank Pemerintah atas nama Menteri Negara Koperasi dan UKM;
2.      Rencana Kerja paling sedikit 3 (tiga) tahun;
3.      Kelengkapan administrasi organisasi & pembukuan USP dikelola secara khusus dan terpisah dari pembukuan koperasinya;
4.      Nama dan Riwayat Hidup Pengurus dan Pengawas
5.      Surat Perjanjian kerja antara Pengurus koperasi dengan pengelola USP koperasi
6.      Nama dan riwayat hidup calon pengelola yang dilengkapi dengan :
1.      Bukti telah mengikuti pelatihan/magang usaha simpan pinjam koperasi.
2.      Surat keterangan berkelakuan baik
3.      Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda dengan pengurus dan pengawas
4.      Surat Pernyataan pengelola tentang kesediaannya untuk bekerja secara purna waktu.
5.      Permohonan ijin menyelenggarakan usaha simpan pinjam
6.      Surat Pernyataan bersedia untuk diperiksa dan dinilai kesehatan USP koperasinya oleh pejabat yang berwenang
7.      Struktur Organisasi Usaha Unit Simpan Pinjam (USP)
1.      Tambahan Persyaratan Pendirian Koperasi apabila memiliki usaha Unit Jasa Keuangan Syariah (UJKS)
1.      Surat bukti penyetoran modal sendiri pada awal pendirian, atas nama Menteri Negara Koperasi dan UKM cq. Ketua Koperasi
2.      Rencana kerja sekurang-kurangnya satu tahun
3.      Kelengkapan administrasi organisasi & pembukuan
4.      Keterangan pokok-pokok administrasi dan pembukuan yang didesain sesuai karakteristik lembaga keuangan syariah
5.      Nama dan riwayat hidup pengurus dan pengawas
6.      Nama Ahli syariah/Dewan Syariah yang telah mendapat rekomendasi/sertifikat dari Dewan Syariah Nasional MUI.
7.      Nama dan Riwayat Hidup Calon Pengelola yang dilengkapi dengan:
1.      Bukti telah mengikuti pelatihan/magang di lembaga keuangan syariah.
2.      Surat keterangan berkelakuan baik
3.      Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda dengan pengurus dan pengawas
4.      Surat perjanjian kerja antara Pengurus Koperasi dengan Pengelola Manajer/Direksi
5.      Struktur Organisasi Usaha Unit Jasa Keuangan Syariah (USP) 

C. SYARAT MENDIRIKAN KOPERASI SIMPAN PINJAM (KSP)
1.      Dua rangkap Salinan Akta Pendirian koperasi dari notaris (NPAK);
2.      Berita Acara Rapat Pendirian Koperasi;
3.      Daftar hadir rapat pendirian koperasi;
4.      Foto Copy KTP Pendiri (urutannya disesuaikan dengan daftar hadir agar mempermudah pd saat verifikasi);
5.      Kuasa pendiri (Pengurus terpilih) untuk mengurus permohonan pengesahan pembentukan koperasi.;
6.      Surat Bukti penyetoran modal sendiri pada awal pendirian KSP berupa Deposito pada Bank Pemerintah atas nama Menteri Negara Koperasi dan UKM, dilengkapi dgn bukti penyetoran dari anggota kepada koperasi;
7.      Rencana kerja koperasi minimal (3) tiga tahun kedepan(rencana permodalan, Neraca Awal, rencana kegiatan usaha (business plan), rencana bidang organisasi &SDM);
8.      Kelengkapan administrasi organisasi dan pembukuan;
9.      Daftar susunan pengurus dan pengawas;
10.  Nama dan Riwayat Hidup calon Pengelola yang dilengkapi dengan :
1.      Bukti telah mengikuti pelatihan/magang usaha simpan pinjam koperasi.
2.      Surat keterangan berkelakuan baik
3.      Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda dengan pengurus dan pengawas
4.      Surat Pernyataan pengelola tentang kesediaannya untuk bekerja secara purna waktu.
5.      Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga antara pengurus.
6.      Daftar sarana kerja
7.      Permohonan ijin menyelenggarakan usaha simpan pinjam
8.      Surat Pernyataan bersedia untuk diperiksa dan dinilai kesehatan koperasinya oleh pejabat yang berwenang
9.      Surat Pernyataan Status kantor koperasi dan bukti pendukungnya
10.  Struktur Organisasi KSP
D. SYARAT UNTUK PENDIRIAN KOPERASI JASA KEUANGAN SYARIAH (KJKS)
1.      Dua rangkap Salinan Akta Pendirian koperasi dari notaris (NPAK);
2.      Berita Acara Rapat Pendirian Koperasi;
3.      Daftar hadir rapat pendirian koperasi;
4.      Foto Copy KTP Pendiri (urutannya disesuaikan dengan daftar hadir agar mempermudah pd saat verifikasi);
5.      Kuasa pendiri (Pengurus terpilih) untuk mengurus permohonan pengesahan pembentukan koperasi.;
6.      Surat Bukti penyetoran modal sendiri pada awal pendirian KJKS berupa Deposito pada Bank Syariah atas nama Menteri Negara Koperasi dan UKM cq Ketua Koperasi;
7.      Rencana kerja koperasi minimal (1) satu tahun kedepan (rencana permodalan, Neraca Awal, SOP, rencana kegiatan usaha(business plan), rencana bidang organisasi &SDM);
8.      Kelengkapan administrasi organisasi dan pembukuan;
9.      Keterangan pokok-pokok administrasi dan pembukuan yang didesain sesuai karakteristik lembaga keuangan syariah;
10.  Nama dan riwayat hidup pengurus dan pengawas;
11.  Nama Ahli syariah/Dewan Syariah yang telah mendapat rekomendasi/sertifikat dari Dewan Syariah Nasional MUI.
12.  Nama dan Riwayat Hidup calon Pengelola dengan melampirkan :
1.      bukti telah mengikuti pelatihan/magang di lembaga keuangan syariah.
2.      Surat keterangan berkelakuan baik
3.      Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda dengan pengurus dan pengawas
4.      Surat pernyataan tidak mempunyai hubungan keluarga antara pengurus.
5.      Daftar sarana kerja
6.      Surat Pernyataan bersedia untuk diperiksa dan dinilai kesehatan koperasinya oleh pejabat yang berwenang
7.      Surat Pernyataan Status kantor koperasi dan bukti pendukungnya
8.      Struktur Organisasi KJKS
Sumber :