Siapkah
Koperasi Menghadapi Era Globalisasi
Mungkin
tidak asing lagi jika kita mendengar kata “globalisasi” karena zaman kita
sekarang ini sudah menghadapi era globalisasi. Globalisasi adalah suatu proses pengintegrasian
manusia dengan segala macam aspek-aspeknya ke dalam satu kesatuan masyarakat
yang utuh dan yang lebih besar atau bisa disebut masyarakat global. Bukan hanya
di Indonesia saja yang mengalami era globalisasi, tetapi seluruh dunia.
Jika
saya ditanya “siapkah koperasi menghadapi era globalisai?” menurut saya
koperasi kurang siap untuk menghadapi era globalisasi. Karena masih banyak yang
perlu dibenahi jika koperasi ingin bersaing di era globalisai.
Jika
koperasi benar-benar ingin bersaing di era globalisasi, maka koperasi harus
berani melihat kekurangannya yang selama ini pasti sengaja tidak diperhatikan.
Untuk mempersiapkan diri dalam era globalisasi, sehingga menjadi lembaga yang
berkualitas. Banyak yang perlu dibenahi oleh koperasi, diantaranya:
a.
Memanfaatkan teknologi yang ada
b.
Mengintensifkan koperasi tersebut
c.
Mengadakan pembinaan terhadap pengurus dan anggota
d.
Tepat mengalokasikan dana
e.
Perlihatkan kegiatan dilapangan
f.
Tingkatkan infrastruktur
g.
Memperindah Fisik dari gedung itu sendiri
h.
Meningkatkan kinerja pengurus
i.
Sumbangan nyata kepada pemberdayaan ekonomi rakyat
Dan masih banyak lagi yang bisa
dilakukan oleh koperasi dalam hal menyiapkan mental untuk menghadapi era globalisasi.
Koperasi harus bisa meyakinkan masyarakat, bahwa koperasi mampu bersaing di era
globalisai.
Tiga tingkat bentuk eksistensi
koperasi :
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu
kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan usaha tersebut diperlukan oleh
masyarakat. Kegiatan usaha dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan
atau perkreditan, atau kegiatan pemasaran, atau kegiatan lain. Pada tingkatan
ini biasanya koperasi penyediakan pelayanan kegiatan usaha yang tidak diberikan
oleh lembaga usaha lain atau lembaga usaha lain tidak dapat melaksanakannya
akibat adanya hambatan peraturan. Peran koperasi ini juga terjadi jika
pelanggan memang tidak memiliki aksesibilitas pada pelayanan dari bentuk
lembaga lain. Hal ini dapat dilihat pada peran beberapa Koperasi Kredit dalam
menyediaan dana yang relatif mudah bagi anggotanya dibandingkan dengan prosedur
yang harus ditempuh untuk memperoleh dana dari bank. Juga dapat dilihat pada
beberapa daerah yang dimana aspek geografis menjadi kendala bagi masyarakat
untuk menikmati pelayanan dari lembaga selain koperasi yang berada di
wilayahnya.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga usaha lain.
Pada kondisi ini masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih
baik dibandingkan dengan lembaga lain. Keterlibatan anggota (atau juga bukan
anggota) dengan koperasi adalah karena pertimbangan rasional yang melihat
koperasi mampu memberikan pelayanan yang lebih baik. Koperasi yang telah berada
pada kondisi ini dinilai berada pada ‘tingkat’ yang lebih tinggi dilihat dari
perannya bagi masyarakat. Beberapa KUD untuk beberapa kegiatan usaha tertentu
diidentifikasikan mampu memberi manfaat dan peran yang memang lebih baik
dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan Koperasi Kredit.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya.
Rasa memilki ini dinilai telah menjadi faktor utama yang menyebabkan koperasi
mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas
anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan
tersebut. Sebagai ilustrasi, saat kondisi perbankan menjadi tidak menentu
dengan tingkat bunga yang sangat tinggi, loyalitas anggota Kopdit membuat
anggota tersebut tidak memindahkan dana yang ada di koperasi ke bank.
Pertimbangannya adalah bahwa keterkaitan dengan Kopdit telah berjalan lama,
telah diketahui kemampuannya melayani, merupakan organisasi ‘milik’ anggota,
dan ketidak-pastian dari dayatarik bunga bank.
Langkah-langkah Koperasi untuk
Menghadapi Era Globalisasi
1. Dalam menjalankan usahanya,
pengurus koperasi harus mampu mengidentifikasi kebutuhan kolektif anggotanya
dan memenuhi kebutuhan tersebut. Dengan mempertimbangkan aspirasi
anggota-anggotanya, sangat dimungkinkan kebutuhan kolektif setiap koperasi
berbeda-beda.
2. Adanya efektifitas biaya
transaksi antara koperasi dengan anggotanya sehingga biaya tersebut lebih kecil
jika dibandingkan biaya transaksi yang dibebankan oleh lembaga non-koperasi.
3. Kesungguhan kerja pengurus dan
karyawan dalam mengelola koperasi. Disamping kerja keras, figur pengurus
koperasi hendaknya dipilih orang yang amanah, jujur serta transparan.
4. Pemahaman pengurus dan anggota
akan jati diri koperasi, pengertian koperasi, nilai-nilai koperasi dan
prinsip-prinsip gerakan koperasi harus dijadikan point penting karena hal itu
yang mendasari segala aktifitas koperasi. Aparatur pemerintah terutama
departemen yang membidangi masalah koperasi perlu pula untuk memahami secara
utuh dan mendalam mengenai perkoperasian.
5. Kegiatan koperasi bersinergi
dengan aktifitas usaha anggotanya.
6. Koperasi produksi harus merubah
strategi kegiatannya dengan mereorganisasi kembali supaya kompatibel dengan
tantangan yang dihadapi. Dengan demikian, koperasi pun mampu setidaknya
menghadapi era globalisasi saat ini, bukan malah terseret arus globalisasi yang
berdampak koperasi akan tenggelam. Mari kita benahi koperasi sejak dini, karena
koperasi di Indonesia juga merupakan jati diri bangsa dalam memajukan
perekonomian.
Tantangan
untuk pengembangan masa depan memang relatif berat, karena kalau tidak
dilakukan pemberdayaan dalam koperasi dapat tergusur dalam percaturan
persaingan yang makin lama makin intens dan mengglobal. Kalau kita lihat
ciri-ciri globalisasi dimana pergerakan barang, modal dan uang demikian bebas
dan perlakuan terhadap pelaku ekonomi sendiri dan asing (luar negeri) sama,
maka tidak ada alasan bagi suatu negara untuk “meninabobokan” para pelaku
ekonomi (termasuk koperasi) yang tidak efisien dan kompetitif. Dengan demikian,
koperasi pun mampu setidaknya menghadapi era globalisasi saat ini, bukan malah
terseret arus globalisasi yang berdampak koperasi akan tenggelam. Mari kita
benahi koperasi sejak dini, karena koperasi di Indonesia juga merupakan jati
diri bangsa dalam memajukan perekonomian.
Negara
Indonesia merupakan Negara Sedang Berkembang (NSB). Sedangkan koperasi bukan
hanya ada di Indonesia tapi juga ada di Negara lain. Bahkan di Negara Maju
(NM). Koperasi di NM lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidak adilan pasar,
oleh karena itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar.
Sedangkan, di NSB koperasi dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang
dapat menjadi mitra Negara dalam menggerakan pembangunan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat. Dalam kata lain, bobot politik atau intervensi
pemerintah di dalam perkembangan koperasi di NSB atau Indonesia terlalu kuat.
Sementara di NM tidak ada sedikitpun pengaruh politik sebagai pendukung.
Kegiatan koperasi di NM murine kegiatan ekonomi. Di Indonesia masih merupakan
bagian dari sistem politik. hal ini dapat dilihat dari pernyataan-pernyataan
umum bahwa koperasi di Indonesia penting demi kesejahteraan masyarakat dan keadilan,
bukan seperti di NM bahwa koperasi penting untuk persaingan.
- Potensi
Koperasi dalam menghadapi era Globalisasi
Dengan
adanya otonomi daerah, menyebabkan terputus hubungan struktural antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hal tersebut menimbulkan kesulitan
dalam memantau perkembangan koperasi Indonesia. Data perkembangan koperasi yang
dapat dilaporkan adalah data tahun 2000 dan data yang paling mutakhir adalah
data 2006 yang merupakan hasil kajian pendataan koperasi yang responsif gender
Indonesia oleh Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK. Dari data tersebut,
data dikemukakan bahwa secara kuantitatif perkembangan koperasi menunjukan
peningkatan yang signifikan, seperti peningkatan jumlah koperasi aktif, jumlah
karyawan dan manager, permodalan dan volume usahanya. Sementara jika dilihat
dari kualitas, koperasi cenderung lebih konsisten dan memberikan dampak positif
yanglebih luas yaitu penigkatan kesejahteraan keluarga.
Sesuai RPJM 2005 dimana ditargetkan perwujudan 70000 unit koperasi berarti ada
tantangan bagi pemerintah untuk menumbuhkan dan memantapkan koperasi. Prioritas
pada pemberdayaan koperasi juga bisa dilihat dari kenyataan bahwa koperasi
cenderung lebih konsisten dibanding jenis lainnya. Dan koperasi dapat
menumbuhkan antara lain kelompok usaha masyarakat yang produktif dan potensial,
karena keberadaan kelompok tersebut cukup banyak.
Kementerian Negara Koperasi dan UKM dari tahun 2004-2006 adalah sebanyak 184
kelompok 32 propinsi yang mendapatkan bantuan perkuatan modal usaha berbentuk
dana bergulir melalui koperasi (KSP/USP) dengan pola tanggung renteng.
Pada tahun 2007 Kementerian Negara Koperasi dan UKM akan memberikan bantuan
perkuatan modal usaha kepada satu kelompok tanggung renteng melalui satu
KSP/USP per propinsi sebesar Rp.22.500.000,-. Kelompok tanggung renteng dimaksud
merupakan kelompok usaha produktif yang utamanya terdiri dari 1kelompok 15
orang. Diharapkan kedepan dapat dikembangkan menjadi wadah koperasi tersendiri
atau menjadi anggota koperasi yang telah ada.
Adanya kelompok usaha masyarakat maupun kelompok produktif merupakan salah
satupeluang bagi pengembangan koperasi baru. Maka pada tahun 2005-2007 telah
terbentuk 1.555 unit koperasi baru 11 propinsi, dimana 124 unit (7,97%) adalah
koperasi baru pada 6 propinsi.
UPAYA MENGERAKKAN DENYUT NADI
KOPERASI
Globalisasi yang ditandai dengan
adanya persaingan pasar bebas tidaklah selalu buruk, bahkan menjadi tantangan
bagi para pelaku ekonomi termasuk koperasi, untuk memanfaatkan peluang-peluan
yang ada, seperti adanya informasi yang lebih terbuka, semua pihak dapat bebas
mendapatkan akses informasi, persaingan lebih fair dan adil. Serta akses
teknologi mudah terjangkau dan biayanyapun murah. Agar koperasi dapat bertahan
dalam menghadapi globalisasi pemberdayan koperasi oleh masyarakat secara
profesional yang otonom dan mandiri dalam arti berkemampuan dalam mengelola
usaha sebagaimana layaknya badan usaha lain. Dalam globalisasi koperasi juga
dituntut untuk mengoptimalkan potensi ekonominya serta berkemampuan untuk
bekerjasama, saling menghargai, menghormati antar koperasi dan seluruh
stakeholder lainnya dengan tetap mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Regulasi peraturan pemerintah diperlukan jika terjadi kesalahan pasar sebagai
akibat dari terjadinya kecurangan dari pelaku ekonomi yang kuat terhadap yang
lemah atau pasar bergerak kearah munculnya persaingan. Intervensi pemerintah
dalam bentuk perlindungan diperlukan dalam rangka mengendalikan perilaku
ekonomi, bukan pranata ekonomi.
Untuk memperkuat karakter bisnis koperasi,program pendidikan dan sosialisasi
harus menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam berorganisasi dan praktek
bisnis koperasi. Pendidikan dan sosialisasi dibutuhkan untuk merubah mindset,
meningkatkan kualitas dan kompetensi, manajerial dan bagaimana membangun
jaringan serta memperkenalkan citra koperasi dan program konversi atau
pembentukan koperasi beserta konsekuensi (biaya) yang ditimbulkannya.
Dalam rangka prengembangan kapabalitas usaha koperasi agar bertahan globalisasi
dibutuhkan pula pendampingan yang dapat memperbaiki manajemen usaha, kualitas
produk dan pengembangan pasar. Lembaga pendampingan seperti BDS/LPB dan
inkubator perlu diberdayakan kembali oleh pemerintah, sehingga mampu
menjalankan perannya sebagai tenaga konsultan yang sangat dibutuhkan UKM dan
Koperasi.
Sebagian besar koperasi yakni sebanyak 65 % nya memiliki jenis Usaha Simpan
Pinjam (USP) yang memberikan pelayanan pinjaman kredit untuk pemenuhan
kebutuhan modal usaha bagi anggotanya. Keberadaan USP yang dikelola oleh
masyarakat tersebut cukup signifikan manfaatnya. Bagi anggota demikian pula
terhadap dukungan penghasilan bagi lembaga koperasinya. Namun demikian, agar
tetap eksis perlu dilaksanakan:
(1) Pembenahan kembali kinerja KSP/USP
(2) Penetapan pengelolaanya harus benar-benar memiliki kemampuan dan kemahiran
profesional keuangan dibidang mikro
(3) Perlu dipertimbangkan adanya badan atau tenaga fungsional khusus ditingkat
daerah yang memantau dan mengawasi kesehatan koperasi yang memiliki USP
mengingat bidang usaha memiliki kekhususan seperti bank,
(4) Serta perlu dukungan dari kalangan perbankan sebagai mita KSP/ USP
Apabila
kegiatan-kegiatan itu dilakukan dengan konsisten dan fokus maka diharapkan
dapat memotivasinya untuk mengembangkan wadah pengurusan akte notaris dalam
paket bantuan perkuatan yang diberikan kepada koperasi dan UKM.
Khususnya mengenai pendidikan dan sosialisasi kegiatan ini perlu diadakan dalam
rangka pengembangan sosial kapital kelompok masyarakat, membangun sistem
perberdayaan ekonomi masyarakat, memacu pengembangan usaha produktif,
menumbuhkan jiwa kewirakoperasian dan mekanisme pembentukan koperasi.
Maka
dari itu hendaklah kita memajukan koperasi Indonesia dengan tujuan untuk
kesejahteraan masyarakat dan keadilan dengan persaingan sehat, tingkat
kreatifitas yang tinggi dan mampu menghadapi era globalisasi.
SUMBER